MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN ATAS KESALAHAN-KESALAHAN YANG PERNAH SAYA LAKUKAN BAIK YANG DISENGAJA MAUPUN TIDAK SENGAJA ..... SEMOGA ALLAH MASIH MEPERTEMUKAN KITA PADA RAMADHAN 1436H AMIN .. AMIN..MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN ATAS KESALAHAN-KESALAHAN YANG PERNAH SAYA LAKUKAN BAIK YANG DISENGAJA MAUPUN TIDAK SENGAJA ..... SEMOGA ALLAH MASIH MEPERTEMUKAN KITA PADA RAMADHAN 1436H AMIN .. AMIN.MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN ATAS KESALAHAN-KESALAHAN YANG PERNAH SAYA LAKUKAN BAIK YANG DISENGAJA MAUPUN TIDAK SENGAJA ..... SEMOGA ALLAH MASIH MEPERTEMUKAN KITA PADA RAMADHAN 1436H AMIN .. AMIN.

Selasa, 20 November 2012

:

Mencontek sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian pelajar dari mulai siswa SD sampai mahasiswa. Cara menconteknya pun semakin lama semakin beragam dan canggih. Kalau di zaman dulu contekan hanya ditulis di kertas kecil atau di buat coretan di atas meja. Sekarang contekan cukup dikirim melalui sms. Bukan hanya ulangan harian, semesteran bahkan ujian nasional pun tidak luput dari upaya contek mencontek. Parahnya lagi ditingkat mahasiswa, skripsi yang dibuat pun hasil mencontek.

Padahal mencontek punya dampak buruk bagi pelakunya. Dampak buruk ini ada yang langsung dirasakan akibatnya, tapi ada juga dampak yang sifatnya jangka panjang. Mencontek memiliki dampak buruk diantaranya yaitu:

1. Malas belajar.
Orang yang suka mencontek tidak akan punya motivasi belajar yang tinggi. Mereka justru semakin malas belajar dan mengandalkan contekan ketika menghadapi ujian. Akibatnya sangat jelas, pelajar dan mahasiswa seperti ini mungkin bisa dapat nilai bagus tapi pasti tidak bisa menguasai ilmu yang seharusnya mereka tahu.

2. Biasa bohong.
Mencontek memerlukan kebohongan untuk mensukseskan misinya. Orang yang biasa mencontek akan biasa pula berbohong. Mereka menjadi orang yang terbiasa tidak jujur kepada diri sendiri dan orang lain. Tentu kebiasaan bohong ini akan sangat berbahaya karena mereka bisa menjadi orang yang tidak dipercaya perkataan dan perbuatannya.

3. Menghalalkan segala cara.
Apapun akan dilakukan oleh orang yang biasa mencontek. Mereka akan mencari segala macam cara agar bisa mencontek dengan sukses. Cara halus dan kasar pun akan mereka lakukan. Bahayanya sikap menghalalkan segala cara ini bisa menjadi kebiasaan.

4. Menular.
Ada yang mengibaratkan mencontek itu dengan penyakit yang bisa menular ke semua orang. Jika melihat teman sekelasnya bisa mencontek, tetangga kiri dan kanannya pun pasti akan mengikuti. Kebiasaan buruk ini pun menular dan menyebar ke seantero kelas. Bahkan bisa juga menular ke kelas lain.

5. Tidak percaya diri.
Tukang nyontek itu orang yang tidak percaya diri. Semakin sering dia mencontek, semakin berkurang rasa percaya dirinya kalau dia bisa mengerjakan sendiri. Setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan untuk menerima pelajaran. Sayangnya sebagian orang ada yang malas menggunakan kemampuannya itu.
Dampak buruk mencontek lebih besar dari itu sebenarnya. Perilaku mencontek dengan segala dampak buruknya bisa menjadi kebiasaan di luar sekolah atau kampus. Mereka akan menjadi orang yang malas, suka bohong, menghalalkan segala cara, tidak percaya diri dan menjadi contoh yang buruk bagi teman-temannya.
Marilah kita hentikan kebiasaan mencontek dari sekarang, dimulai dari diri kita sendiri. Lebih baik dapat nilai bagus dari hasil belajar sendiri daripada dapat nilai jelek hasil mencontek. Iya kan?
Budaya Mencontek Mengikis Nilai Kejujuran Bangsa
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, nilai akhir dari sebuah ujian adalah tujuan utama. Nilai terbaik selalu mewakilkan pelajar yang terbaik, hal ini kemudian menjadikan pelajar memiliki orientasi bahwa sekolah adalah untuk mendapatkan nilai baik dan lulus. Orientasi pelajar yang demikian dapat menjadi bumerang bagi pelajar itu sendiri. Sebab mereka sering mengabaikan proses mendapatkan nilai tersebut dan hanya mencari cara mendapatkan nilai terbaik, yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian dan melakukan praktek mencontek. Jika ini terus dibiarkan, maka dunia pendidikan tidak akan maju, bahkan kelak menciptakan manusia tidak jujur, malas, yang cenderung mencari jalan pintas dalam segala sesuatu dan akhirnya menjadi manusia yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Mencontek dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dilakukan dengan usaha sendiri ataupun yang dilakukan dengan cara bekerjasama dengan teman atau bahkan guru. Mencontek dengan usaha sendiri dapat dilakukan dengan membuat catatan sendiri, membuka buku, membuat coretan kecil, bahkan mencuri jawaban teman. Sedangkan mencontek yang bekerjasama dapat dilakukan dengan cara membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan teman untuk saling berbagi dan membuat kode-kode tertentu.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, kasus kecurangan dalam ujian bukanlah hal yang baru. Kecurangan dalam Ujian Nasional bisa terjadi karena adanya kesamaan target antara sekolah dan para murid yang sama-sama menginginkan kelulusan. Dengan adanya kesamaan tujuan ini, kegiatan contek-mencontek justru seakan difasilitasi oleh pihak sekolah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kasus kecurangan dalam ujian yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Kebiasaan mencontek di sekolah ini merupakan pondasi awal hilangnya nilai-nilai kejujuran. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat untuk mempelajari moral, justru telah menjadi “sekolah dasar” bagi generasi bangsa yang tidak memiliki kejujuran. Generasi muda seolah disiapkan untuk menjadi penerus yang tidak jujur. Perilaku mencontek yang terlihat sudah kronis, masih saja dianggap sebagai hal biasa. Saat ini mencontek seolah dianggap sebagai satu usaha yang sah-sah saja bila dilakukan karena tetap dilakukan dengan perjuagan dan usaha. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia sering dianggap telah gagal mentransformasikan nilai-nilai kejujuran kepada anak didiknya. Kondisi seperti ini bila dibiarkan akan membentuk karakter bangsa yang tidak memiliki nilai kejujuran dan kebohongan akan dianggap sebagai hal yang lazim dilakukan.
Menghilangkan permasalahan mencontek dari dunia pendidikan di Indonesia pasti sangat sulit. Namun dengan penerapan budaya malu setidaknya kita bisa meminimalisir permasalahan ini. Penerapan budaya malu yang perlu dilakukan bukanlah memberikan hukuman dengan mempermalukan si pelaku, melainkan melakukan internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi budaya malu tersebut. Setiap orang yang mencontek akan merasa bahwa setiap orang bahkan dirinya sendiri akan mengawasi dan menghakiminya ketika dia mencontek. Dan dengan penerapan budaya malu, maka akan memunculkan rasa ketidakpuasan atas prestasi akademik yang diperoleh dengan cara mencontek. Cara lain yang harus digunakan untuk meminimalisir masalah mencontek adalah penerapan nilai-nilai agama yang akan memunculkan perasaan bersalah dan perasaan berdosa.
Dengan demikian, tindakan mencontek ini dapat dipengaruh oleh beberapa hal, salah satunya psikologis anak yang belum siap dalam mengerjakan soal ujian dan orientasi anak yang menganggap bahwa sekolah adalah untuk mendapatkan nilai baik dan lulus. Ketidaksiapan dan orientasi tersebut yang mendorong anak untuk mencari cara agar mendapatkan nilai terbaik, yang pada akhirnya membuat mereka mengambil jalan pintas yaitu melakukan praktek mencontek. Budaya mencontek ini juga dapat menentukan posisi anak di dalam suatu masyarakat (sosiologis). Karena dengan mencontek dan mendapatkan nilai yang baik, anak akan dicap sebagai pelajar terbaik (pintar) dan dihormati bahkan disenangi oleh suatu masyarakat, tanpa memperhatikan bagaimana proses dalam mendapatkan nilai baik tersebut. Oleh karena itu, peran guru sangat penting agar dapat mencegah kegiatan mencontek tersebut yaitu dengan menambah pengawasan yang lebih ketat saat ujian agar tidak adanya peluang bagi pelajar untuk mencontek. Selain itu, guru juga tidak boleh memberi penilaian secara subjektif terhadap siswa misalnya dengan menilai jawaban siswa saja, tanpa mengetahui bagaimana proses siswa mendapatkan nilai tersebut. Saat ini, dunia pendidikan di Indonesia selalu menempatkan siswa sebagai objek, artinya bahwa siswa hanya sekedar peserta didik (orang yang tidak tahu apa-apa) dan tidak diberi pernah diberi kesempatan untuk berpendapat. Hal ini berdampak pada siswa yang tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki kepercayadirian, termasuk dalam menghadapi ujian yang menyebabkan siswa lebih memilih jalan untuk mencontek. Secara fisiologis, seharusnya dunia pendidikan memposisikan siswa sebagai subjek, artinya membiarkan siswa untuk melontarkan pertanyaan dengan kritis tentang segala sesuatu dengan bijak dan terarah. Serta menempatkan guru tidak sebagai dewa yang serba tahu, namun menempatkan guru sebagai sumber pertanyaan sekaligus mengarahkannya pada tujuan baik yang ingin dicapai. Dengan posisi seperti ini, anak didik akan merasa lebih leluasa untuk mengembangkan diri, karena ia selalu diberi kebebasan dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Selain itu anak didik juga akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena selalu di beri kepercayaan dan penghargaan oleh pendidik maupun kawan-kawan di sekelilingnya. Kepercayaan diri yang kuat inilah yang akan menghindarkan anak didik dari perilaku tidak jujur seperti mencontek.
Pendidikan sejatinya adalah sebuah proses yang harus dijalani manusia untuk memperoleh pencerahan dari ketidaktahuan. Dalam proses pendidikan tersebut, diperlukan penanaman nilai-nilai budi pekerti agar kelak ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi orang lain. Namun saat ini, proses pendidikan tersebut sering mengabaikan penanaman nilai-nilai budi pekerti. Kasus kecurangan dalam ujian adalah contoh betapa salah satu nilai budi pekerti yaitu kejujuran dikesampingkan. Sekolah-sekolah juga terlalu sering menganggap bahwa mencontek bukanlah sebuah permasalahan. Sehingga para siswa terbiasa melakukan kegiatan mencontek tanpa memiliki beban moril. Sebagai bagian dari aspek moral, maka terjadinya menyontek sangat ditentukan oleh faktor kondisional yaitu suatu situasi yang membuka peluang, mengundang, bahkan memfasilitasi perilaku menyontek. Jika masalah mencontek ini masih saja dianggap sepele oleh guru dan orang-orang yang berperan dalam pendidikan kita, maka dunia pendidikan tidak akan maju, kreatifitas siswa akan hilang, yang tumbuh mungkin orang-orang yang tidak jujur yang bekerja disemua sektor kehidupan
Setiap kali UTS atau UAS bahkan UAN, hal mencontek memang sering dilakukan oleh siswa. Kadang Guru sebagai pengawas ruangan terlalu lunak terhadap fenomena ini. Ada kalangan guru mencari simpati siswa hanya dengan membiarkan anak-anak mencontek atau tanya kesana kemari pada teman yang dianggap pandai. Ini bertujuan agar guru tersebut disenangi oleh siswa-siswanya. Namun yang lebih parah lagi ada guru yang menyuruh siswa-siswanya untuk mencontek agar waktunya mengerjakan selesai dengan cepat. Padahal kalau kita mampu analisis, hasilnya anak nantinya akan menjadi bodoh dan ini yang disebut pembodohan. Astaghfirulloh….
Semoga ini bermanfaat biarpun sedikit. Semoga ini berguna walau sesaat. Dan semoga ini bisa menyadarkan, sekalipun sulit menyadarkan orang yang rela melakukan apa saja untuk keberhasilannya dan keberuntungannya.
Mari Bapak Ibu Guru di SMP Negeri 1 Sukodono saling berbenah, agar peserta didik di SMPN 1 Sukodono benar-benar menjadi generasi yang berkualitas, pandai & cerdas dengan melarang keras peserta didiknya  untuk mencontek pada setiap ulangan.

0 Comments:

Post a Comment