Kamis, 14 Juni 2012
Permendiknas Nomor 30 Tahun 2011
Kado yang Tersisa Buat Guru
Kabar
gembira bagi guru penerima TPP. Kewajiban mengajar 24 jam mandiri di
depan kelas yang semestinya berlaku mulai tahun pelajaran 2011/2012
mendapat dispensasi. Terbitnya Permendiknas Nomor 30 tahun 2011 menjadi
payung hukum untuk pencairan TPP. Karena kalau tidak, angan-angan
menikmati kucuran TPP hilang musnah. Simak saja inti perubahan
Permendinas Nomor 39 tahun 2009, seperti tertera berikut ini.
Pasal I
Ketentuan
Pasal 5 dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009
tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan
diubah sehingga berbunyi sebagi berikut:
Pasal 5
(1) Dalam jangka waktu sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, guru dalam
jabatan yang bertugas selain di satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 3, dalam keadaan kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu di
wilayah kabupaten/kota, dapat memenuhi beban mengajar minimal 24 (dua
puluh empat) jam tatap muka dengan cara:
a.
Mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran
yang diampunya dan/atau mengajar mata pelajaran lain yang tidak ada
guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau satuan
pendidikan lain;
b. Menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program pendidikan keaksaraan;
c. Menjadi guru bina atau gur pamong pada sekolah terbuka
d. Menjadi guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan kelompok kerja guru/musyawarah guru mata pelajaran (KKG/MGMP);
e.
Membina kegiatan ekstrakurikuler dalam bentuk kegiatan praja muda
karana (Pramuka), olimpiade/lomba kompetensi siswa, olahraga, kesenian,
karya ilmiah remaja (KIR), kerohanian, pasukan pengibar bendera
(Paskibra), pecinta alam (PA), palang merah remaja (PMR),
jurnalistik/fotografi, usaha kesehatan sekolah (UKS), dan sebagainya;
f.
Membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk kegiatan pelayanan
sesuai dengan bakat, minat, kemempuan, sikap, dan perilaku siswa dalam
belajar, serta kehidupan pribadi, social, dan pengembangan karir diri;
g. Melakukan pembelajaran bertim (team teaching) dan/atau;
h. Melakukan pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
(2)
Dalam jangka waktu sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, dinas
pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota dan kantor wilayah
kementerian agama dan kantor kementerian agama kabupaten/kota harus
selesai melakukan perencanaan kebutuhan dan redistribusi guru, baik di
tingkat satuan pendidikan maupun di tingkat kabupaten/kota.
Permendiknas
yang ditandatangani 1 Agustus 2011 ini menjawab kegelisahan pemegang
sertifikat guru profesional. Karena berdasar fakta di lapangan, begitu
tahun ajaran 2011/2012 dimulai pertengahan Juli 2011, ketercukupan jam
mengajar tatap muka di kelas secara mandiri sulit terpenuhi. Dan
nampaknya hal ini didengar dan diapresiasi pemerintah pusat.
Jadi
berbahagialan bagi orang (guru) yang hidup di Indonesia. Sebagai bangsa
yang bertekad menegakkan supremasi hukum, seringkali terlihat dan
terasa hukum bukan sesuatu yang harus ditakutkan. Menggunakan falsafah,
kalau bisa dipermudah mengapa harus dipersulit, banyak produk hukum
yang pada akhirnya melunak ketika berhadapan atau berbenturan dengan
kenyataan. Tak terkecuali produk hukum bagi guru.
Setelah era
terbitnya UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, TPP bagaikan
hadiah dari langit. Bisa dilihat pada guru penerima TPP periode awal.
Mereka rutin menerima TPP meski kinerjanya tidak jauh berbeda dengan
guru lain. Bagaimana hal demikian dibiarkan? Salah satunya karena belum
ada produk hukum yang mengatur secara tegas beban tugas atau sanksi
jika penerima TPP tidak melakukan tugas sesuai aturan. Dan hal ini kini
menjadi pemikiran pemerintah pusat. Rencananya pada tahun 2012 nanti
ada evaluasi kinerja terhadap guru penerima TPP (Kompas.com)
Karena
saat ini realita menunjukkan, masih banyak guru penerima TPP yang
dengan santainya sambil ongkang-ongkang kaki menunggu guru lain yang
sibuk melengkapi berkas portofolio atau mengikuti PLPG. Sebuah
kemudahan legal. Begitupun setelah terbitnya Permendiknas Nomor 39
Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan
Pendidikan. Para penerima TPP ini masih dengan enjoynya bekerja.
Kewajiban mengajar 24 jam tertata apik dalam pembagian tugas mengajar
guru yang dilampirkan untuk pencairan TPP. Namun faktanya beban ini
masih banyak disiasati terutama dengan team teaching. Bahkan tidak
sedikit para guru yang sebenarnya hanya beberapa jam saja di sekolah.
Tugasnya dilaksanakan guru lain (GTT) dengan iming-iming mendapat
kecipratan rejeki TPP. Tetapi begitu cair?
Jam tatap muka guru menjadi 27,5 jam?
Beberapa alasan mengemuka mengapa hal ini terjadi. Diantaranya, memang
secara riil di lapangan jumlah guru sudah melebihi kebutuhan jam
mengajar. Sementara dengan otonomi daerah, kadang pemda masih melakukan
rekrutmen guru untuk guru mapel yang sudah lebih sekalipun. Lagi-lagi,
masalah klasik politik. Hal ini diperparah dengan belum kelarnya
pemetaan guru.
Oleh karena itu terbitnya Permendiknas No 30 tahun
2011 ini jangan dianggap sebagai pelegalan praktik-praktik kotor dalam
pendidikan. Permendiknas ini hanya seumur jagung. Pembaca bisa menerka,
apa yang terjadi setelah batas waktu permendiknas tersebut berakhir
pada 31 Desember 2011 nanti. Sudahkah pemetaan guru usai dilakukan?
Bagaimana dengan rencana moratorium penghentian pengangkatan CPNS,
kecuali bagi guru dan tenaga kesehatan? Sepertinya para guru akan
harap-harap cemas.
Bagaimana tidak. Sosialisai Permendiknas No 30
tahun 2011 ini saja mungkin belum sampai ke seluruh pelosok tanah air,
ada kabar lebih mengagetkan lagi. Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara menelurkan wacana agar jam tatap muka guru di kelas menjadi 27,5
jam (Kompas.com, 9 September 2011). Sebuah upaya mendisiplinkan guru
agar ada keseimbangan dengan beban jam kerja PNS 37,5 jam.
Wacana
ini langsung mendapat reaksi. Tak kurang PGRI pusat juga sudah
menanggapi. Jika Kemenpan menetapkan hal tersebut, dikuatirkan hanya
30% saja guru yang mampu memenuhi (Kompas.com,26-9-2011). Selebihnya
siap gigit jari. Ini disebabkan pedoman 24 jam tatap muka guru di depan
kelas terlalu kaku diterjemahkan dari UU No 14 tahun 2005. Jika
kewajiban jam kerja PNS 37,5 jam dan guru juga harus melaksanakannya,
aktifitas guru dalam persiapan mengajar dan evaluasi harusnya juga
diperhitungkan. Tidak mungkin guru hanya mengajar 24 jam di depan kelas
tanpa persiapan dan tindak lanjut.
Makanya pak Nuh cukup bijak
menanggapi wacana jam tatap muka 27,5 jam ini. Asal persiapan dan
evaluasi juga diperhitungkan, beban itu tidak masalah, sudah tercukupi
(Kompas.com, 9-9-2011) Bisa jadi jam kerja guru melebihi jam kerja PNS
lain.
Penilaian Kinerja Guru dan Pengawas Lintas Daerah
Kemendiknas sendiri juga mengakui, bahwa pemberian TPP hingga kini
belum sesuai harapan. Berbagai upaya untuk mengoptimalkan program ini
terus digodok. Salah satu hal mendasar adalah belum adanya tindakan
bagi guru yang tidak menunjukkan keprofesionalismenya dan juga
pemanfaatan TPP-nya.
Oleh karena itu rencana Kemendiknas yang akan
mengevaluasi kinerja guru (terutama yang sudah menerima TPP) harus
segera dilaksanakan. Selain evaluasi diri guru itu sendiri, penilai
kinerja guru yaitu kepala sekolah, siswa dan pengawas menjadi penentu
layak tidaknya TPP guru diperpanjang. Kejujuran, transparansi dan
ketegasan menjadi penentu nasib guru.
Hanya saja perlu sedikit
sentuhan dalam penilaian oleh pengawas. Sebaiknya penilaian oleh
pengawas dilakukan pengawas eksternal, pengawas lintas daerah. Dengan
pengawas ekternal penilaian lebih obyektif. Sehingga guru lebih terpacu
dalam meningkatkan keprofesionalannya. Tidak sekedar memenuhi beban
mengajar tatap muka di depan kelas.
Guru juga jangan terlalu
berharap kepada kemudahan atau kebijakan yang tertuang dalam produk
hukum positif. Anggap saja Permendiknas No 30 tahun 2011 ini sebagai
kado yang tersisa bagi guru menjelang hari Guru dan tidak ada lagi
permen-permen hanya untuk kepentingan sesaat yang justru membuat guru
lupa dengan kewajiban dan jati dirinya.
Guru bukan anak yang
senang dengan permen. Kalau terlalu banyak permen yang mendispensasi
kewajiban guru, kinerja guru bisa melempem dan ompong. Layaknya anak
kecil yang terlalu banyak permen gula-gula, giginya jadi ompong.
Saatnya guru Indonesia berkarya dan berbakti. Selamat ber-hari Guru!